BANYUWANGI - Seorang bocah perempuan berusia 7 tahun di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, menjadi korban pemerkosaan oleh tetangganya sendiri berinisial MNA (19).
Akibatnya, korban yang masih duduk di bangku kelas 1 SD ini mengalami pendarahan hebat pada bagian kemaluannya dan harus mendapatkan perawatan intensif.
Baca juga:
Baharkam Polri Evaluasi Penanganan Pandemi
|
Kasatreskrim Polresta Banyuwangi, Kompol Agus Sobarnapraja, membenarkan peristiwa memilukan ini. Ia menjelaskan bahwa kejadian tragis ini terjadi pada Sabtu (23/09/2023).
"Pelaku sudah kami tangkap setelah orang tua korban melaporkan kejadian ini ke Unit Renakta Satreskrim Polresta Banyuwangi, " ujar Kompol Agus, Senin (25/09/2023).
Kasus pemerkosaan ini terungkap ketika ibu korban pulang kerja dan melihat anaknya mengalami pendarahan.
Saat mendapat kabar tersebut, ayah korban yang sedang bekerja langsung pulang ke rumahnya.
"Di rumah, ayah korban melihat anaknya mengalami pendarahan parah. Tanpa berpikir panjang, dia membawa anaknya ke RSUD Blambangan untuk mendapatkan perawatan, " jelas Kompol Agus.
Orang tua sempat menanyai korban, yang awalnya mengaku dicakar oleh kucing. Namun setelah ditanyakan lebih lanjut, korban mengakui bahwa dia telah diperkosa oleh pelaku.
Peristiwa ini diduga terjadi antara siang dan sore hari. Saat itu, hanya korban dan adiknya yang berusia 5 tahun yang berada di rumah. Sedangkan ibu dan ayah mereka sedang bekerja.
Setelah kejadian itu, pelaku segera meninggalkan rumahnya. Pada saat yang sama, keluarga korban mencari MNA yang melarikan diri.
Beberapa jam kemudian, MNA berhasil ditemukan di wilayah Kecamatan Giri. Pemuda tersebut kemudian diamankan dan diserahkan ke Polresta Banyuwangi.
"Orang tua korban langsung menanyai pelaku tentang insiden ini. Pelaku tidak membantah bahwa dia telah menyetubuhi korban. Pelaku kini sudah ditahan, " ungkap Kasat Reskrim.
Pelaku dihadapkan pada pasal 81 ayat (1) atau (2) UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang No. 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi Undang-Undang.
"Ancaman hukuman maksimal 15 tahun, " tegasnya. (**)